Prinsip – Prinsip Komunikasi
PRINSIP 1 : Komunikasi Adalah Proses Simbolik
Salah satu kebutuhan pokok manusia , seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolis atau penggunaan lambang. Manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan lambang , dan itulah yang membedakan manusia dengan hewan lainnya. Ernest Cassirer mengatakan bahwa keunggulan manusia atau mahluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata maupun abstrak) tanpa kehadiran manusia atau objek tersebut.
Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan misalnya patung Soekarno adalah ikon Soekarno, dan foto Anda pada KTP Anda adalah ikon Anda.
Berbeda dengan lambang dan ikon, indeks adalah tanda yang secara alamiah merepresentasikan objek lainnya. Istilah lain yang sering digunakan untuk indeks adalah sinyal (signal), yang dalam bahasa sehari-hari disebut juga gejala (symptom). Indeks muncul berdasarkan hubungan antara sebab dan akibat yang punya kedekatan eksistensi. Misalnya awan gelap adalah indeks hujan akan turun, sedangkan asap merupakan indeks api. Namun bila asap itu disepakati sebagai tanda bagi masyarakat untuk berkumpul misalnya, seperti dalam kasus suku primitif, maka asap menjadi lambang karena maknanya telah disepakati bersama.
Berbeda dengan lambang dan ikon, indeks adalah tanda yang secara alamiah merepresentasikan objek lainnya. Istilah lain yang sering digunakan untuk indeks adalah sinyal (signal), yang dalam bahasa sehari-hari disebut juga gejala (symptom). Indeks muncul berdasarkan hubungan antara sebab dan akibat yang punya kedekatan eksistensi. Misalnya awan gelap adalah indeks hujan akan turun, sedangkan asap merupakan indeks api. Namun bila asap itu disepakati sebagai tanda bagi masyarakat untuk berkumpul misalnya, seperti dalam kasus suku primitif, maka asap menjadi lambang karena maknanya telah disepakati bersama.
Lambang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut:
1. Lambang bersifat sebarang, manasuka, atau sewenang-wenang.
2. Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna; kitalah yang memberi makna pada lambang.
3. Lambang itu bervariasi
PRINSIP 2 : Setiap Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi
Kita tidak dapat berkomunikasi (we cannot communicate). Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih-alih, komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri.
Cobalah Anda minta seseorang untuk tidak berkomunikasi. Amat sulit baginya untuk berbuat demikian, karena setiap perilakunya punya potensi untuk di tafsirkan. Kalau ia tersenyum, ia ditafsirkan bahagia; kalau ia cemberut, ia ditafsirkan ngambek. Bahkan ketika kita berdiam diri sekalipun, ketika kita mengundurkan diri dari komunikasi dan lalu menyendiri, sebenarnya kita mengomunikasikan banyak pesan. Orang lain mungkin akan menafsirkan diam kita sebagai malu, segan, ragu-ragu, tidak setuju, tidak peduli, marah, atau bahkan sebagai malas atau bodoh.
Ketika anda melihat seorang pria yang berdiri di pantai seraya memandang laut lepas dengan melipat kedua tangan di dada, Anda mungkin punya penafsiran khusus terhadap orang itu, misalnya bahwa ia orang yang sedang frustasi, kesepian, romantis, ingin sendirian dan tidak mau diganggu, mencari ilham untuk menulis puisi, dan sebagainya. Seorang tamu restoran yang makan dengan tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada orang yang ia temui menampilkan perilaku yang potensial untuk ditafsirkan, misalnya bahwa ia sedang marah, frustasi, patah hati, sakit gigi atau bisu.
PRINSIP 3 : Komunikasi Punya Dimensi Isi dan Dimensi Hubungan
Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan.
Dalam komunikasi massa, dimensi isi merujuk pada isi pesan, sedangkan dimensi hubungan merujuk kepada unsur-unsur lain, termasuk juga jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Pengaruh suatu berita atau artikel dalam surat kabar, misalnya, hanya bukan bergantung pada isinya, namun juga pada siapa, penulisnya, tata letak (lay out)-nya, jenis huruf yang digunakan, warna tulisan, dan sebagainya.
PRINSIP 4 : Komunikasi Berlangsung dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan
Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali hingga komunikasi yang benar-benar direncanakan dan disadari. Kesengajaan bukanlah syarat untuk berkomunikasi. Membatasi komunikasi sebagai proses yang disengaja adalah menganggap komunikasi sebagai instrumen, seperti dalam persuasi.
Jadi, niat atau kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi. Dalam komunikasi secara antara orang-orang berbeda budaya ketidaksengajaan berkomunikasi ini lebih relevan lagi untuk diperhatikan. Banyak kesalahpahaman antarbudaya sebenarnya disebabkan oleh perilaku seseorang yang tidak disengaja yang dipresepsi, ditafsirkan dan direspons oleh orang dari budaya lain.
Jadi, niat atau kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi. Dalam komunikasi secara antara orang-orang berbeda budaya ketidaksengajaan berkomunikasi ini lebih relevan lagi untuk diperhatikan. Banyak kesalahpahaman antarbudaya sebenarnya disebabkan oleh perilaku seseorang yang tidak disengaja yang dipresepsi, ditafsirkan dan direspons oleh orang dari budaya lain.
PRINSIP 5 : Komunikas Terjadi dalam Konteks Ruang dan Waktu
Makna pesan juga bergantung pada konteks fisik dan ruang (termasuk iklim, suhu intensitas cahaya, dan sebagainya), waktu, sosial dan psikologis. Waktu mempengaruhi makna terhadap suatu pesan. Kunjugan seorang mahasiswa kepada teman kuliahnya yang wanita pada malam minggu akan dimaknai lain bila dibandingkan dengan kedatangannya pada malam biasa.
Kehadiran orang lain, sebagai konteks sosial juga akan mempengaruhi orang- orang yang berkomunikasi. Pengaruh konteks waktu dan konteks sosial terlihat pada suatu keluarga yang tidak pernah tersenyum atau menyapa siapapun pada hari-hari biasa, tetapi mendadak menjadi ramah pada hari-hari lebaran. Penghuni rumah membuka pintu rumah mereka lebar-lebar, dan mempersilahkan tamu untuk mencicipi makanan dan minuman yang mereka sediakan.
Suasana psikologis peserta komunikasi tidak pelak mempengaruhi juga suasana komunikasi. Komentar seorang istri mengenai kenaikan harga kebutuhan rumah tangga dan kurangnya uang belanja akan ditanggapi dengan kepala dingin oleh suaminya dalam keadaan biasa atau keadaan santai, boleh jadi akan membuat sang suami berang bila istri menyampaikan komentar tersebut saat suami baru pulang kerja dan dimarahi habis-habisan oleh atasannya hari itu.
PRINSIP 6 : Komunikasi Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi
Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu disadari, dan sering berlangsung cepat. Kita dapat memprediksi perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya.
Prinsip ini mengansumsikan bahwa hingga derajat tertentu ada keteraturan pada perilaku komunikasi manusia. Dengan kata lain, perilaku manusia, minimal secara parsial, dapat diramalkan. Kalau semua perilaku manusia itu bersifat acak, selalu tanpa diduga hidup kita akan sulit.
Prinsip ini mengansumsikan bahwa hingga derajat tertentu ada keteraturan pada perilaku komunikasi manusia. Dengan kata lain, perilaku manusia, minimal secara parsial, dapat diramalkan. Kalau semua perilaku manusia itu bersifat acak, selalu tanpa diduga hidup kita akan sulit.
PRINSIP 7 : Komunikasi Bersifat Sistematik
Terdapat dua sistem dasar dalam transaksi komunikasi, yaitu Sistem Internal dan Sistem Eksternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasim yang ia cerap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya (keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat kerja, dan sebagainya). Istilah-istilah lain yang identik dengan sistem internal ini adalah kerangka rujukan (frame of reference), bidang pengalaman (field of experience), struktur kognitif (cognitive structure), pola pikir (thinking patterns), keadaan internal (internal states), atau sikap (attitude). Pendeknya, sistem internal ini mengandung semua unsur yang membentuk individu yang unik, termasuk ciri-ciri kepribadiannya, intelegensi, pendidikan, pengetahuan, agama, bahasa, motif, keinginan, cita-cita, dan semua pengalaman masa lalunya, yang pada dasarnya tersembunyi.
Berbeda dengan sistem internal, sistem eksternal terdiri dari unsur-unsur dalam lingkungan di luar individu, termasuk kata-kata yang ia pilih untuk berbicara, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan disekitarnya, penataan ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan. Elemen-elemen ini adalah stimuli publik yang terbuka bagi setiap peserta komunikasi dalam setiap transaksi komunikasi. Akan tetapi, karena masing-masing orang mempunyai sistem internal yang berbeda, maka setiap orang tidak akan memiliki bidang perseptual yang sama, meskipun mereka duduk di kursi yang sama dan menghadapi situasi yang sama.
Maka dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah produk dari perpaduan antara sistem internal dan siste eksternal tersebut. lingkungan dan objek mempengaruhi komunikasi kita, namun persepsi kita atas lingkungan kita juga mempengaruhi cara kita berperilaku.
PRINSIP 8 : Semakin Mirip Latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). Misalnya, penjual yang datang kerumah untuk mempromosikan barang dianggap telah melakukan komunikasi efektif bila akhirnya tuan rumah membeli barang yang ia tawarkan, sesuai yang diharapkan penjual itu, dan tuan rumah pun merasa puas dengan barang yang dibelinya.
Dalam kenyataannya, tidak pernah ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka kembar yang dilahirkan dan diasuh dalam keluarga yang sama, diberi makan yang sama dan dididik dengan cara yang sama. Namun kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras (suku), bahasa, tingkat pendidikan, atau tingkat ekenomi akan mendorong orang-orang untuk
saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih efektif. Kesamaan bahasa khususnya akan membuat orang-orang yang berkomunikasi lebih mudah mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memahami bahasa yang sama.
PRINSIP 9 : Komunikasi Bersifat Nonsekuensial
Meskipun terdapat banya model komunikasi linier atau satu arah, sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap-muka) bersifat dua-arah (sifat sirkuler). Ketika seseorang berbicara kepada seseorang lainnya, atau kepada sekelompok orang seperti dalam rapat atau kuliah, sebetulnya komunikasi itu bersifat dua-arah, karena orang-orang yang kita anggap sebagai pendengar atau penerima pesan sebenarnya juga menjadi “pembicara” atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu lewat perilaku nonverbal mereka.
Meskipun sifat sirkuler digunakan untuk menandai proses komunikasi, unsur-unsur proses komunikasi sebenarnya tidak berpola secara kaku. Pada dasarnya, unsur-unsur tersebut tidak berada dalam suatu tatanan yang bersifat linier, sirkuler, helikal atau tatanan lainnya. Unsur-unsur proses komunikasi boleh jadi beroperasi dalam susanan tadi, tetapi mungkin pula, setidaknya sebagian, dalam suatu tatanan yang acak. Oleh karena itu, sifat nonsekuensial alih-alih sirkuler tampaknya lebih tepat digunakan untuk menandai proses komunikasi.
PRINSIP 10 : Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional
Komunikasi sebagai proses dapat dianalogikan dengan pernyataan Herclitus enam abad sebelum Masehi bahwa “seorang manusia tidak akan pernah melangkah di sungai yang sama dua kali.” Pada saat yang kedua itu, manusia itu berbeda, dan begitu juga sungainya. Ketika kita menyebrang sungai untuk kedua kali, ketiga kali, dan seterusnya pada hari yang lan, maka sesungguhnya penyebrangan itu bukanlah fenomena yang sama. Begitu jugalah komunikasi; komunikasi terjadi sekali waktu kemudian menjadi bagian dari sejarah kita.
Dalam proses komunikasi itu, para peserta saling mempengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verval ataupun lewat komunikasi nonverbal. Pernyataan sayang, pujian, ucapan selamat, penyesalan, atau kemarahan akan membuat sikap atau orientasi mitra komunikasi kita berubah terhadap kita, dan pada gilirannya perubahan orientasinya itu membuat orientasi kita juga berubah terhadapnya, dan begitu seterusnya.
Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan dan perilakunya). Ada orang yang perubahannya sedikit demi sedikit dari waktu ke waktu, tetapi perubahan akhirnya (secara kumulatif) cukup besar. Namun ada juga orang yang berubah secara tiba-tiba, melalui cuci otak atau kontroversi agama, misalnya dari seorang nasionalis menjadi komunis, atau dari Hindu menjadi Kristen atau Muslim.
Implisit dalam proses komunikasi sebagai transaksi ini adalah proses penyandian (encoding) dan penyandian-balik (decoding). Kedua proses itu, meskipun secara teoritis dapat dipisahkan, sebenarnya terjadi serempak, bukan bergantian. Keserempakan inilah yang menandai komunikasi sebagai transaksi.
Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan dan perilakunya). Ada orang yang perubahannya sedikit demi sedikit dari waktu ke waktu, tetapi perubahan akhirnya (secara kumulatif) cukup besar. Namun ada juga orang yang berubah secara tiba-tiba, melalui cuci otak atau kontroversi agama, misalnya dari seorang nasionalis menjadi komunis, atau dari Hindu menjadi Kristen atau Muslim.
Implisit dalam proses komunikasi sebagai transaksi ini adalah proses penyandian (encoding) dan penyandian-balik (decoding). Kedua proses itu, meskipun secara teoritis dapat dipisahkan, sebenarnya terjadi serempak, bukan bergantian. Keserempakan inilah yang menandai komunikasi sebagai transaksi.
Pandangan dinamis dan transaksional memberi penekanan bahwa Anda mengalami perubahan sebagai hasil terjadinya komunikasi. Pernahkan anda terlibat dalam perdebatan sengit sehingga semakin keras Anda katakan betapa marahnya Anda, semakin marah pula Anda. Jadi, perspektif transaksional memberi penekanan pada dua sifat peristiwa komunikasi, yaitu serentak dan saling mempengaruhi. Para pesertanya menjadi saling bergantung, dan komunikasi mereka hanya dapat dianalisis berdasarkan konteks peristiwanya.
PRINSIP 11 : Komunikasi Bersifat Irreversible
Suatu perilaku adalah suatu peristiwa. Oleh karena merupakan suatu peristiwa, perilaku berlangsung dalam waktu dan tidak dapat “diambil kembali.” Bila anda memukul wajah seseorang dan meretakkan hidungnya, peristiwa tersebut dan konsekuensinya telah “terjadi”; Anda tidak dapat memutar kembali jarum jam dan berpura-pura seakan-akan hal itu tidak pernah terjadi.
Senada dengan peristiwa di atas, dalam komunikasi, sekali Anda mengirimkan pesan, Anda tidak dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi khalayak, apalahi menghilangkan efek pesan tersebut sama sekali.
Sifat irreversible ini adalah implikasi dari komunikasi sebagai proses yang selalu berubah. Prinsip ini seyogianya menyadarkan kita bahwa kita harus hati-hati untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, sebab, yaitu tadi, efeknya tidak bisa ditiadakan sama sekali, meskipun kita berupaya meralatnya. Apalagi bila penyampaian itu dilakukan untuk pertama kalinya. Curtis et al., mengatakan bahwa kesan pertama itu cenderung abadi. Dalam komunikasi massa, sekali wartawan menyiarkan berita yang tanpa disengaja mencemarkan nama baik seseorang, maka nama baik orang itu akan sulit dikembalikan lagi ke posisi semula, meskipun surat kabar, majalah, radioatau televisi telah meminta maaf dan memuat hak jawab sumber berita secara lengkap.
PRINSIP 12 : Komunikasi Bukan Panasea untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah
Banyak persoalan dan konflik antarmanusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukanlah panasea (obat mujarab) untuk menyelasaikan persoalan atau tersebut mungkin berkaitan dengan masalah struktural. Agar komunikasi efektif, kendala struktural ini juga harus diatasi. Misalnya, meskipun pemerintah bersusah payah menjalin komunikasi yang efektif dengan warga Aceh dan warga Papua, tidak mungkin usaha itu akan berhasil bila pemerintah memberlakukan masyarakat di wilayah-wilayah itu secara tidak adil, dengan merampas kekayaan alam mereka dan mengangkutnya ke pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar